Pelajaran Di Balik Kasus Ijazah Palsu Qomar
Ijazah palsu bukan hal yang baru di Indonesia. Baru-baru ini publik dikejutkan dengan sebuah kasus yang melibatkan Nurul Qomar, seorang public figure, komedian dan pernah menjabat sebagai anggota DPR. Nurul Qomar dilaporkan oleh pemilik Yayasan Mahmudi Setiabudhi karena diduga memalsukan ijazah master dan doctoralnya untuk menjabat sebagai rektor di universitas milik yayasan yaitu Universitas Mahmudi Setiabudhi (UMUS).
Mengutip dari Tribunnews (26/06), kasus ini sebenarnya dimulai tahun 2017. Saat itu Qomar berstatus sebagai rektor UMUS dan diminta menyerahkan ijazah master dan doktoralnya, tetapi ia hanya bisa memberi Surat Keterangan Lulus (SKL). Butuh waktu dua tahun hingga kasus ini berlanjut seperti saat ini karena Qomar tidak bekerjasama dengan baik dengan pihak berwajib.
UMUS menghubungi sebuah universitas di Jakarta yang namanya tertulis pada SKL. Namun, universitas tersebut menyangkal pernah mengeluarkan surat tersebut. Pihak universitas juga menyatakan bahwa sesuai tanggal keluarnya SKL yang tertera, pada saat itu Qomar masih berstatus sebagai mahasiswa master dan doktoral. Kasus ini membuat publik bertanya-tanya bagaimana mungkin pemalsuan ijazah baru ketahuan setelah tersangka menjadi seorang rektor.
Dalam banyak kasus pemalsuan dokumen, organisasi korban biasanya tidak melakukan verifikasi terhadap latar belakang kandidat. Tujuan dari verfikasi adalah untuk memastikan keaslian dokumen dan memastikan kandidat lulus dari universitas yang sah. Dalam kasus ini, berdasarkan keterangan tersangka, ia dipilih sebagai rektor tanpa melalui uji kelayakan dan sidang senat.
Dikutip dari Tribunnews (02/06), tersangka berasumsi figurnya sebagai komedian dan mantan anggota DPR adalah alasan universitas memilihnya tanpa mengikuti prosedur yang berlaku.
Berdasarkan survei yang dilakukan CareerBuilder, diperkirakan 58% manajer rekrutmen menemukan perbedaan antara data pada resume dengan data terverifikasi. Oleh karena itu, organisasi tidak disarankan percaya begitu saja pada resume, terlebih pada image diri mereka. Kasus pemalsuan ini pada akhirnya merugikan reputasi universitas dan menimbulkan pertanyaan tentang validitas mahasiswa-mahasiswa yang sudah lulus. Proses persidangan masih berlanjut hingga saat ini.
Baca Juga:
Pelajaran Berharga Dari Sebuah Perusahaan yang Melewatkan Background Check