Teknologi mengubah dunia intelijen secara signifikan
Kecerdasan buatan, Big Data, robotika, Internet of Things, dan blockchain telah mengubah aturan main, menempatkan komunitas intelijen di seluruh dunia di persimpangan jalan. Penyebaran teknologi ini, yang sebagian besar dilakukan oleh sipil, dapat mengakibatkan pelanggaran data dan menimbulkan ancaman bagi badan intelijen.
Bagi organisasi intelijen, perkembangan teknologi ini memaksa mereka untuk mengevaluasi kembali kebijakan konvensional yang secara historis memandu pekerjaan mereka. Struktur organisasi-organisasi ini yang sebelumnya hierarkis dan terkotak-kotak, kini mengalami perubahan.
Perubahan ini terjadi karena integrasi teknologi baru ke dalam kegiatan intelijen tradisional dan pendefinisian ulang peran manusia dalam kegiatan tersebut.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Mantan Direktur Intelijen Nasional Dan Coats pada Conference on the Future Challenges of Intelligence Organizations yang diadakan pada tahun 2018.
“Komunitas harus kreatif dan adaptif, mampu dengan cepat mengadopsi teknologi mutakhir di mana pun mereka dikembangkan,” ungkapnya.
OSINT dan komunitas intelijen
Sebagai contoh, Open-Source Intelligence (OSINT) merupakan istilah yang diciptakan oleh komunitas intelijen untuk merujuk pada data yang tersedia untuk umum dan tidak diklasifikasikan. Secara historis, investasi dalam teknologi OSINT jauh lebih kecil dibandingkan dengan jenis teknologi dan sumber lainnya karena jenis informasi ini dianggap lebih rendah status prioritasnya daripada informasi rahasia.
Anggapan ini sekarang berubah karena organisasi menyadari bahwa OSINT lebih mudah diperoleh dan lebih berguna daripada jenis informasi lainnya, yang lebih sulit diperoleh. Pengetahuan ini, bagaimanapun, hanya secara perlahan membantu kerja intelijen karena OSINT yang digunakan oleh organisasi intelijen masih melibatkan prosedur yang melelahkan, seperti integrasi yang lambat dan sulit dari pengaturan TI yang tidak terklasifikasi.
Maka, bukan sebuah kejutan jika eksekutif intelijen baru-baru ini mengklaim bahwa salah satu kesulitan terbesar komunitas intelijen adalah integrasi OSINT yang cepat dan efektif dalam operasinya.
Kolaborasi manusia dan mesin
Faktanya, kemajuan teknologi selalu penting bagi komunitas intelijen. Namun, terlepas dari keterbatasannya, keterampilan manusia selalu terlihat jelas lebih unggul dalam hal memproses, mengevaluasi, menafsirkan, dan bertindak berdasarkan kecerdasan. Tidak diragukan lagi bahwa sistem prioritas dan analisis yang lebih baik diperlukan karena proliferasi data dan sumber data.
Banyak intelijen konvensional berpendapat bahwa kecerdasan buatan tidak dapat mengevaluasi masalah abstrak dalam interpretasi perilaku manusia dan tidak akan pernah dapat memahami seluruh rentang faktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan strategis. Mesin mungkin dapat mengumpulkan data dan bahkan melihat tren, tetapi mereka tidak akan pernah dapat memahami realitas seperti yang dapat dilakukan oleh manusia.
Di sisi lain, “kaum techno-optimist” berpendapat bahwa supremasi teknis telah melampaui kapasitas manusia, termasuk dalam kegiatan intelijen. Meski masih krusial, orang tidak lagi memerankan peran eksklusif atau bahkan bagian terpenting dalam kegiatan intelijen.
Penelitian menunjukkan bahwa dari tahun 1995 hingga 2016, jumlah rata-rata kata yang perlu dibaca oleh rata-rata analis intelijen AS naik dari 20.000 menjadi 200.000 kata sehari. Pada 2025, diprediksi jumlah tersebut akan melonjak hingga lebih dari 2.000.000 kata per hari.
Dari fakta tersebut, komputerisasilah yang dapat memproses dan mengevaluasi volume data sebesar itu. Inilah alasan utama perlunya mengombinasikan kecerdasan buatan dengan keterlibatan manusia dalam kegiatan intelijen.
Kolaborasi pemerintah, swasta, dan akademisi
Mayoritas orang setuju bahwa meruntuhkan sekat organisasi, di dalam dan di antara organisasi, adalah kunci kesuksesan untuk melakukan intelijen di abad ke-21. Organisasi tersebut meliputi badan keamanan nasional, sektor publik dan swasta, dan dinas intelijen berbagai negara.
Bidang intelijen tak lagi menjadi hegemoni pemerintah. Kini, banyak dijumpai sektor swasta yang mengambil porsi di pasar ini. Mereka menawarkan keahlian teknis, mulai dari jasa investigasi, otomatisasi penerjemah bahasa, analisis prediktif, keamanan siber, OSINT dengan spesialisasi mesin telusur dan berbagai solusi analitis. Salah satunya adalah Integrity Asia.
Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun dan dukungan SDM yang profesional, Integrity Asia terus mengembangkan layanan investigasi berbasis teknologi terkini.
Tidak mengherankan jika kemajuan teknis merupakan komponen dari revolusi intelijen saat ini. Kunci dari pemutakhiran teknologi dalam bidang intelijen adalah dengan bekerjasama dengan akademisi yang terus berinovasi.
Semua pihak tersebut membantu personel intelijen untuk mengumpulkan data, mendapatkan wawasan, serta membuat prediksi dari data historis yang dikumpulkan. Kolaborasi tersebut menjadi jawaban strategi intelijen masa kini.
Photo by Possessed Photography on Unsplash