Upaya KPK Memberantas Korupsi Di Sektor Swasta
Korupsi di Indonesia merupakan masalah tak hanya untuk sektor pemerintahan, tapi juga untuk sektor swasta. Faktanya, dari 670 kasus korupsi yang ditangani KPK dalam rentang 2004-2017, sebanyak 170 kasus atau 25% melibatkan perusahaan swasta. Berdasarkan Undang-Undang KPK dan Pemberantasan Korupsi, KPK dapat menuntut perusahaan swasta, namun terbatas pada perusahaan-perusahaan swasta yang terlibat dengan administrasi negara.
Agar dapat secara langsung menginvestigasi dan memonitor kasus korupsi di perusahaan swasta, KPK membutuhkan seorang petugas berstandar kompetensi untuk ditugaskan di setiap perusahaan swasta. Oleh karena itu, KPK bekerjasama dengan Kementerian Tenaga Kerja memutuskan adanya Ahli Pembangunan Integritas dan mendorong setiap perusahaan swasta untuk mengimplementasikannya.
Apa itu Ahli Pembangunan Integritas?
Ahli Pembangunan Integritas (API) adalah standar kompetensi kerja nasional yang diperkenalkan di Indonesia untuk pertama kali dalam agenda The 2nd International Business Integrity Conference (IBIC) yang diadakan oleh KPK pada 11-12 Desember 2017.
Peluncuran API ditandai juga oleh penandatanganan SKKNI API (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Ahli Pembangunan Integritas) oleh Kementerian Tenaga Kerja, Muhammad Hanif Dhakiri. Standar kompetensi dibutuhkan untuk para ahli yang bekerja membangun integritas di dalam sebuah perusahaan. Hal ini sejalan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Korupsi oleh Perusahaan.
Pengawasan sektor swasta oleh Ahli Pembangunan Integritas sebenarnya sudah dilakukan juga oleh pemerintah Singapura (Corrupt Practices Investigation Bureau / CPIB) dan Malaysia (Malaysia Anti-Corruption Commission / MACC). Otoritas institusi anti-korupsi di negara-negara tetangga tak hanya terbatas pada pengawasan, tetapi juga mengambil tindakan keras terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar undang-undang.
Namun, otoritas semacam itu tak mudah diperoleh oleh KPK setidaknya dalam waktu dekat. Untuk mendapatkan otoritas semacam itu, harus ada undang-undang yang disahkan oleh pemerintah atau DPR sebagai basis hukum.
Apa syarat menjadi CIO?
Berdasarkan keterangan KPK, mereka kini sedang menyiapkan sebuah Skema Sertifikasi yang menyusun persyaratan dasar bagi mereka yang ingin mengambil sertifikasi API. Berikut persyaratannya:
- Pejabat atau karyawan dengan posisi yang terkait dengan kepatuhan / pengawasan internal terhadap perusahaan atau lembaga pemerintah yang berurusan dengan perusahaan dan memiliki minimal 2 tahun pengalaman kerja yang berkelanjutan.
- Memiliki sertifikat pelatihan berbasis kompetensi untuk posisi API yang dilakukan oleh lembaga pelatihan KPK atau lembaga pelatihan yang menerima rekomendasi dari KPK.
Namun, keduanya persyaratan paling mendasar. Secara substansial, kandidat API harus menguasai komptensi-kompetensi berikut:
“Adapun hal-hal yang akan diuji dari masing-masing kompetensi ini, alat penilaiannya akan disiapkan pada Mei nanti,” ujar Zulfadhli Nasution, anggota staf Satuan Tugas (Satgas) Tim Swasta KPK.
Apakah perusahaan wajib mengimplementasikan API?
Nasution menambahkan bahwa keberadaan API sifatnya tidak wajib bagi perusahaan swasta karena belum ada regulasi yang mengharuskannya. Namun, API bisa menjadi elemen pencegahan korupsi di perusahaan manapun karena API disiapkan untuk fungsi pencegahan.
Dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Pidana oleh Perusahaan, Pasal 4 ayat (2) huruf (c), disebutkan bahwa suatu perusahaan dapat dihukum karena tiga unsur, salah satunya adalah jika tidak menyediakan sistem pencegahan. KPK sedang mempersiapkan panduan tentang sistem pencegahan korupsi oleh perusahaan, salah satu elemen dari komitmen pencegahan adalah memiliki individu / unit kerja sebagai pelaksana sistem. Dengan demikian, penilaian kesalahan perusahaan dapat dilihat dari sejauh mana perusahaan juga mengalokasikan sumber daya manusianya untuk membangun sistem pencegahan.
Untuk perusahaan swasta, tidak ada kriteria tertentu. Persyaratan API terkait dengan fungsi kepatuhan internal / pelaksana pengawasan. Dengan demikian, perusahaan yang memiliki API adalah perusahaan yang memiliki Sistem Manajemen Kepatuhan dalam struktur organisasinya.
“Memang perusahaan besar yang harus memiliki fungsi kepatuhan atau Perusahaan Multinasional atau Perusahaan yang sudah mencapai tingkat kematangan. Sedangkan untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, selama perusahaan memiliki fungsi kepatuhan, diperbolehkan. Untuk memiliki API “Jika tidak memiliki fungsi kepatuhan, maka KPK dapat mendorong implementasi Pedoman Pencegahan Korupsi untuk UKM. Panduan ini saat ini sedang disusun,” jelas Roro Wide Sulistyowati, Kepala Satuan Tugas KPK untuk Sektor Swasta.
Di dalam Skema Sertifikasi, akan ada Kode Etik untuk API. Bagi siapa pun yang dianggap melanggar Kode Etik, sertifikat kompetensinya dapat dicabut. LSP (Lembaga Sertifikasi Profesii) KPK juga memiliki Komite Etik yang dapat menindaklanjuti jika ada API yang melanggar Kode Etik. “Namun, tata kelola yang baik dan sistem manajerial juga harus ditetapkan dalam sebuah perusahaan untuk memastikan setiap orang selalu diingatkan tentang pentingnya menerapkan integritas,” jelas Zulfadhli Nasution.
Kemudian, dalam skema sertifikasi, ada klausa tentang Pembekuan Sertifikat dan Pencabutan Sertifikat. Pembekuan dan pencabutan sertifikat dilakukan jika pemegang sertifikat kompetensi dinyatakan melanggar kewajiban pemegang sertifikat dan dapat merugikan LSP KPK. “Ini berarti bahwa jika seorang API dalam suatu perusahaan melakukan tindakan penipuan dengan melanggar kewajibannya (misalnya, tidak melaporkan potensi korupsi apa pun kepada pejabat penegak hukum bahkan jika dia mengetahuinya) maka sertifikatnya akan dibekukan dan dicabut oleh LSP Komite Etik KPK. ” Roro Wide Sulistyowati membenarkan.