Begini Cara Kecerdasan Buatan Mendeteksi Barang Palsu di Toko Online
Luasnya peredaran barang palsu sudah menjadi rahasia umum di Indonesia. Dengan jumlah penduduk mencapai hingga 265 juta jiwa, Indonesia menjadi pasar yang menggiurkan bagi berbagai bisnis, termasuk bisnis barang palsu. Jika dulu barang palsu hanya bisa didapatkan di pasar-pasar tradisional, kini mereka dengan mudah dapat ditemukan hanya dengan jentikan jari pada layar ponsel.
Seperti bisnis pada umumnya, bisnis barang palsu juga bertransisi ke online seiring dengan munculnya ekonomi digital, bahkan masuk ke platform-platform ternama sebut saja beberapa di antaranya Amazon, Alibaba, dan Lazada. Transisi ini membawa tantangan baru dalam pemberantasan peredaran barang palsu.
Barang palsu jelas merugikan konsumen, pemilik merek dan platform toko online itu sendiri. Saking banyaknya peredaran barang palsu secara online, platform-platform ternama mulai melakukan upaya untuk memeranginya. Alibaba contohnya, sejak tahun 2017 membentuk The Alibaba Big Data Anti-Counterfeiting Alliance dan pertengahan tahun ini memulai proyek digital tagging. Raksasa e-Commerce dari Amerika Serikat, Amazon juga tak mau ketinggalan dengan membentuk AntiCounterfeiting Coalition (IACC).
Secara garis besar ada tiga cara pemalsuan dilakukan, yaitu:
- Produk palsu: Produk merupakan imitasi dari barang original. Kualitas tak perlu ditanya, sudah pasti jauh dibawah barang original, harga jauh lebih murah, dan biasanya ada perbedaan dalam teks katalog dan gambar (seperti tulisan, bayangan dan pencahayaan).
- White labeling tak berizin: Merek asli diganti dengan merek lain dalam daftar produk online, sementara semua elemen katalog lainnya, seperti deskripsi produk dan gambar tetap sama. Terkadang, logo merek asli dihapus di gambar produk.
- Pencurian gambar: Penjual online terkadang mencuri gambar dari katalog produk asli dan memasukkannya ke dalam daftar produk lain yang mereka jual hingga menyesatkan pembeli selama proses pembelian.
Semakin canggih teknologi, semakin canggih upaya para pelaku memalsukan dan memasarkan barang palsu. Namun, semakin canggih pula metode untuk memeranginya. Upaya para raksasa platform tersebut pada umumnya memanfaatkan teknologi berbasis artificial intelligence (AI).
Teknologi ini menggunakan pendekatan yang sederhana yaitu dengan membandingkan daftar produk di pasar online dengan gambar dan deskripsi produk asli untuk mengidentifikasi adanya anomali. Informasi ini kemudian ditambah dengan wawasan lain berupa analisis harga, kredibilitas pedagang (apakah pedagang mendapatkan izin dari pemilik merek), ulasan, dan peringkat pelanggan. Teknologi ini hanya salah satu dari berbagai metode deteksi lain yang sedang dikembangkan.
Source: