Apa Motivasi Whistleblower, Uang Atau Moral?

Apa Motivasi Whistleblower, Uang Atau Moral?

Kasus bocornya jutaan data pengguna Facebook pada Maret lalu mungkin tak akan pernah terungkap jika tak ada whistleblower atau pelapor pelanggaran, Christopher Wylie. Pria berusia dua puluh delapan tahun yang pernah bekerja untuk Cambridge Analytica, perusahaan konsultan politik, ini mengungkapkan ke publik bagaimana informasi pribadi pengguna Facebook diakses dan dimanfaatkan untuk iklan kampanye Trump pada tahun 2014.

Peran whistleblower sangat penting dalam mengungkap sebuah kecurangan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh PriceWaterhouse Cooper pada tahun 2007, ditemukan fakta bahwa auditor profesional hanya mampu mendeteksi 19% dari fraud yang terjadi pada perusahaan swasta, sedangkan jumlah fraud yang diekspos whistleblowers mencapai angka 43%.

Risiko yang ditanggung pun tak ringan. Berdasarkan sebuah penelitian, sebanyak 82% whistleblower dari kasus-kasus kecurangan korporasi mengalami tindakan yang tak menyenangkan, termasuk dipecat, ditekan hingga mengundurkan diri, atau dimutasikan. Dalam kasus-kasus tertentu bahkan mempertaruhkan keluarga.

Melihat risiko yang mengiringi, tentu tak mudah bagi seseorang untuk memutuskan menjadi pelapor pelanggaran. Maka, beberapa institusi seperti SEC, KPK, atau perusahaan swasta menawarkan insentif hadiah bagi para pelapor.

Dengan adanya insentif ini, muncul lah pertanyaan apa sebenarnya yang menjadi motivasi bagi para whistleblower? Dorongan untuk menegakkan kebenaran ataukah sekadar uang?

Menurut Marlowe Doman, seorang jaksa di New York City dalam situs complianceandethics.org, alasan umum seorang menjadi pelapor pelanggaran adalah karena ia memiliki rasa keadilan atau integritas intrinsik. Seorang pelapor berusaha meminta pertanggungjawaban pelaku atas tindakannya karena didorong rasa integritas.

Tapi, tiga whistleblower yang mendapatkan hadiah senilai 83 juta dolar AS dalam kasus kecurangan perusahaan investasi Merrill Lynch Bank of America yang mencuat pada Maret lalu membuat kita bertanya-tanya, mungkinkah motif seorang pelapor pelanggaran adalah uang?

Menurut Holly Cassano, professinal coder bersertifikasi, dalam situs health-information.advanceweb.com menuliskan bahwa seseorang harus mencari tahu, membaca, dan memeriksa secara objektif apa yang ada di pikiran dan di hati individu tersebut untuk menilai motif seorang pelapor pelanggaran.

Seringkali, tak peduli apapun motivasi awalnya, seorang pelapor bisa begitu tenggelam dalam kasus yang melibatkannya hingga mencapai pada satu titik obsesi. Ini menunjukkan bahwa motivasi pelapor pelanggaran bisa berubah seiring waktu hingga tak ada titik untuk kembali. Mungkin dalam kasus tertentu uang adalah motivasi. Namun menurut Doman sebagian besar kasus yang ia temukan menunjukkan bukti sebaliknya.

 

 

Sumber:

http://complianceandethics.org/risk-motivations-whistleblower/

https://promarket.org/whistleblowers-motivated-moral-reasons-monetary-ones/

https://edition.cnn.com/2018/04/19/politics/cambridge-analytica-whistleblower-congress-hearing/index.html

 

 

Bagikan artikel


ANGGOTA DARI

KANTOR PUSAT

ALAMAT

Jl. RS. Fatmawati Raya No. 57-B, Cilandak Barat, Jakarta 12430, Indonesia

TELEPON

SUREL

BERLANGGANAN BULETIN

Dapatkan perkembangan berita dan wawasan industri

    REFERAL KAMI

    Hak Cipta – INTEGRITY – Hak Cipta Dilindungi Undang-undang © 2023 – Kebijakan Privasi | Persyaratan Layanan| Content Protection by DMCA.com