Perlukah Startup Melakukan Proses Rekrutmen?
Karyawan adalah aset yang berharga terlepas dari ukuran sebuah perusahaan, terlebih bagi startup. Sebagai perusahaan yang masih dalam tahap awal, startup dituntut berpacu dengan waktu untuk berkembang dan bertumbuh dengan sumber daya yang serba terbatas, termasuk keterbatasan sumber daya manusia.
Ditambah lagi fakta bahwa umumnya startup belum memiliki departemen HR atau seseorang yang memiliki keahlian di bidang rekrutmen sehingga untuk merekrut pegawai baru mereka umumnya mengandalkan referensi atau menggunakan metode perekrutan yang kurang memadai. Akibatnya, bagi sebuah startup sangat mudah merekrut, tapi juga sangat mudah kehilangan pegawainya.
Belum ada angka yang pasti mengenai turnover rate di startup pada umumnya. Namun, turnover talent yang tinggi di sebuah startup sangat umum terjadi.
Bertaruh menyenangkan, tapi berbahaya
Kehilangan uang, produktivitas dan reputasi di tahap awal membangun bisnis sudah pasti hal yang tak diinginkan startup, bukan? Dengan metode rekrutmen yang cenderung kurang memadai, startup seolah bertaruh dalam merekrut pegawai. Jika seseorang hanya bertaruh sejumlah uang dalam sebuah permainan, pertaruhan bagi sebuah startup tak hanya sejumlah uang.
Kehilangan uang mungkin salah satu kerugiannya, namun yang tak kalah merugikannya adalah kehilangan waktu dan produktivitas karena keluarnya satu orang pegawai berpotensi mengganggu workflow secara keseluruhan atau bahkan membuat rencana perusahaan menjadi tak menentu.
Risiko lainnya dari proses rekrutmen yang kurang tepat bahkan bisa merusak reputasi. Misalnya, ketika seorang mantan pegawai keluar dengan cara yang kurang baik dan merasa memiliki pengalaman negatif atau bias negatif terhadap startup tersebut, bukan tak mungkin ia akan membicarakan pengalamannya tersebut pada orang lain. Bias negatif inilah yang berpotensi memengaruhi reputasi startup di mata publik.
Apa yang dicari dari kandidat?
Ganesh Krishnan seorang pengusaha dan investor yang sudah bekerja dengan lebih dari 15 startup, seperti dikutip dari Livemint mengatakan bahwa 10 rekrutmen pertama sangat menentukan startup karena tim utama tersebutlah yang akan menentukan gaya dan kultur perusahaan.
Startup juga harus mengetahui kebutuhannya, apakah mereka akan mempekerjakan kandidat yang berpengalaman atau yang bertalenta pada tahap awal. Kandidat berpengalaman, layaknya sebuah kilang minyak yang bisa menghasilkan sejumlah barel setiap harinya. Perusahaan bisa menetapkan KPI yang sesuai dengan kapasitas pegawai yang berpengalaman. Adapun kandidat bertalenta mereka layaknya sebuah tanah yang didalamnya terdapat emas mentah dan belum terjamah, kita masih perlu mengamati keterampilan mereka.
Selain mengerti kebutuhan, menurut Krishnan startup perlu memerhatikan beberapa karakter kandidatnya, apakah mereka memiliki pengalaman sebagai risk taker, fast riser dalam karir, kemampuan mereka dalam mengambil tanggung jawab lebih dari pekerjaan mereka. Karakter-karakter kandidat seperti itu yang mungkin lebih dibutuhkan startup untuk bisa ‘berlari’ cepat.
Jadi, perlukah startup merekrut secara formal?
Ketika co-founder dan CEO Log 9 Materials, Akshay Singhal membutuhkan seorang peneliti senior, ia kemudian merekrutnya berdasarkan rekomendasi dari head of development. Tak ada proses perekrutan formal untuk mengecek latar belakang kandidat yang tepat untuk posisi tersebut. Hanya bermodalkan jaminan salah seorang anggota tim terkait keahlian kandidat tersebut, startup ini langsung merekrut. Tepat 22 hari setelah direkrut, peneliti senior ini dipecat karena bersikap serampangan terhadap kerahasiaan informasi perusahaan. Sejak itu Singhal hanya akan merekrut melalui proses formal.
Mungkin banyak startup yang mengalami hal serupa dengan Log 9 Material. Dari pengalaman tersebut kita dapat pelajaran bahwa ternyata skill kandidat saja tak cukup, attitude dan track record menjadi elemen yang sama pentingya dan bisa diketahui hanya dengan proses rekrutmen yang menyeluruh. Oleh karena itu, sangat penting bagi startup untuk memiliki kebijakan perekrutan formal meskipun pada tahap yang sangat awal.
Sumber:
https://www.nngroup.com/articles/negativity-bias-ux/
http://www.livemint.com/Leisure/D7V6oAOzYU2Hkmg26WAqdL/Why-startups-need-a-recruitment-process.html